Katapublik Sumut, Seorang pejabat publik yang enggan menerima kritik, alergi terhadap konfrontasi, serta memberikan jawaban yang culas kepada publik sepatutnya mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini disampaikan oleh pengamat kebijakan publik dan anggaran, Ratama Saragih, kepada media pada Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, sikap antikritik yang ditunjukkan oleh sejumlah pejabat publik merupakan bentuk pengkhianatan terhadap undang-undang dan regulasi yang seharusnya mereka junjung. “Banyak pejabat saat ini tidak memahami esensi dari pelayanan publik dan administrasi publik. Padahal, dua hal itu sudah melekat dalam jabatan publik yang mereka emban,” ujar Ratama.
Ia menilai bahwa ketidakmampuan pejabat dalam menyikapi kritik konstruktif dari masyarakat menunjukkan kegagalan dalam memahami tugas dan fungsi mereka. Bahkan, ada yang merasa seolah-olah memiliki kekuasaan absolut karena delegasi kewenangan yang diberikan.
Ratama mengutip Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa maladministrasi adalah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, atau pengabaian kewajiban hukum dalam pelayanan publik, yang dapat merugikan masyarakat secara materiil maupun immateriil.
“Pasal ini jelas menyatakan bahwa penyelenggara pelayanan publik memiliki kewajiban hukum. Ini mencakup hukum administrasi negara, hukum tata usaha negara, hukum pers, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta hukum publik lainnya,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa pejabat publik wajib memberikan klarifikasi kepada publik, dan tidak boleh lalai atau mengabaikan kewajiban tersebut, karena dapat menimbulkan persepsi negatif hingga konflik.
Lebih lanjut, Ratama yang memiliki sertifikasi nasional dalam “Transformasi Pelayanan Publik dan Penguatan Pranata Pengawasan” menyesalkan bahwa pejabat publik sering kali merasa tidak nyaman, risih, bahkan terganggu ketika dikritik, meskipun kritik tersebut disampaikan berdasarkan data dan fakta yang sahih.
“Alih-alih introspeksi, mereka justru melakukan pembenaran diri, bahkan sampai pada tahap menghakimi publik. Ini sangat berbahaya bagi fungsi pemerintahan, karena bisa mengganggu kepentingan masyarakat luas dan berdampak pada kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ratama menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap regulasi, peraturan, dan perundang-undangan terkait pelayanan publik.
“Pejabat publik harus memahami bahwa jabatan yang mereka emban mengandung tanggung jawab hukum, bukan sekadar tempat untuk menunjukkan kehebatan atau popularitas pribadi,” pungkasnya.