Daerah  

Pembongkaran Paksa Kafe di Pantai Sigandu Tuai Protes

banner 120x600

Katapublik Batang, Sebanyak 30 bangunan tempat karaoke di kawasan Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, dibongkar paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama aparat gabungan dari TNI dan Polri, Rabu (9/7/2025). Langkah ini dilakukan dalam rangka penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Bangunan. Namun, tindakan ini menuai protes keras dari para pengusaha dan aktivis karena diduga sarat dengan perlakuan diskriminatif serta pembiaran oleh pemerintah daerah selama ini.

Beberapa pemilik kafe membongkar bangunan mereka secara sukarela, sementara sisanya dirobohkan menggunakan alat berat dengan pengamanan ketat aparat. Para pemilik mengaku kecewa karena merasa tidak diperlakukan secara adil. Mereka mempertanyakan alasan pembongkaran yang dianggap tebang pilih, sebab masih ada beberapa bangunan lain yang tidak tersentuh oleh penertiban.

Seorang pengusaha karaoke mengungkapkan bahwa mereka telah menyetor retribusi hingga jutaan rupiah ke kas daerah. Bahkan, beberapa di antaranya mengklaim telah memiliki izin usaha, meski bangunan mereka belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Cek Videonya;

Kuasa hukum para pengusaha kafe, Damirin, S.H., menyatakan bahwa Pemkab Batang diduga melakukan pembiaran terhadap pelanggaran tersebut selama bertahun-tahun. Ia menyebut tindakan pembongkaran melanggar asas keadilan serta bertentangan dengan Perda Nomor 13 Tahun 2019. Damirin menyebut pihaknya tengah menyiapkan langkah hukum guna menggugat kebijakan ini.

Sementara itu, Koordinator Aksi, M. Subhan, S.H., dalam orasinya meminta agar Satpol PP dan Pemda Batang bersikap bijak dan tidak diskriminatif dalam penegakan perda.

“Penegakan perda seharusnya dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya menyasar bangunan karaoke di Pantai Sigandu. Banyak bangunan tak berizin dan tempat hiburan lain seperti karaoke di wilayah Wuni, serta tempat usaha ilegal lainnya, juga perlu ditindak tegas. Jika memang penegakan dilakukan tanpa pandang bulu, kami mendukung penuh. Namun, bangunan yang berdiri di atas tanah milik pribadi dan sudah memiliki izin usaha serta membayar pajak juga harus dipertimbangkan,” tegas Subhan.

Menurutnya, jika tindakan yang sama tidak diterapkan di wilayah lain, maka hal ini bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi dalam implementasi perda. Ia juga menyatakan siap mengawal persoalan ini melalui audiensi maupun aksi ke instansi terkait.

Pembongkaran tersebut sempat memicu ketegangan antara aparat dan kelompok warga yang menolak pembongkaran. Namun, penolakan tersebut tidak digubris oleh petugas.

Sengketa ini pun berpotensi bergulir ke ranah hukum, menyusul pernyataan beberapa pengusaha yang mulai mempersiapkan langkah perlawanan melalui jalur pengadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *