Katapublik Medan, Puluhan massa dari organisasi Masyarakat Garuda Sumatera Utara (MARGASU) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Jalan AH Nasution, Medan, Kamis (8/5/2025). Mereka mendesak Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, untuk segera mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batubara, Diky Oktavia.
Ketua Umum MARGASU, Hasanul Arifin Rambe, menyebut Diky Oktavia diduga terlibat dalam praktik pungutan liar dengan memerintahkan permintaan uang Tunjangan Hari Raya (THR), yang kemudian berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua pejabat Dinas Pendidikan Sumatera Utara (Sumut) Cabang Batubara oleh Kejatisu.
“Atas nama keadilan dan supremasi hukum, kami meminta Jaksa Agung RI, Bapak ST Burhanuddin, untuk mengevaluasi dan mengganti Kajari Batubara dengan sosok jaksa yang lebih berintegritas dan bermoral,” ujar Hasanul dalam orasinya.
Hasanul mengapresiasi keberhasilan Kejatisu dalam melakukan OTT menjelang Idul Fitri 2025, yang mengamankan dua pejabat yakni Kamil dan Sulistio, dengan barang bukti sebesar Rp319 juta. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana BOS tahun 2025.
Namun, menurut Hasanul, di balik OTT tersebut, mencuat dugaan bahwa ada keterlibatan oknum jaksa dari Kejari Batubara yang menjadi pemicu utama terjadinya praktik pungli. Ia meminta Kajatisu Idianto untuk mengungkap secara transparan latar belakang kasus tersebut.
“Jika Kajatisu Idianto tidak berani bertindak tegas terhadap oknum jaksa Kejari Batubara, maka kami meminta Jaksa Agung RI turun tangan langsung,” tegasnya.
Hasanul juga mengungkapkan bahwa OTT terhadap Kamil dan Sulistio bermula dari laporan seorang kepala sekolah kepada Kejatisu. Hasil pemeriksaan oleh penyidik menyebutkan bahwa ada permintaan uang THR yang diduga berasal dari oknum jaksa Kejari Batubara.
“Oleh karena itu, kami menuntut agar Kajari Batubara Diky Oktavia segera dicopot dari jabatannya. Pengungkapan kasus ini harus dilakukan secara objektif dan tidak berpihak kepada internal kejaksaan. Sanksi etik saja tidak cukup, kami juga menuntut sanksi pidana bagi yang terbukti bersalah,” pungkas Hasanul.