Kata Publik, Situbondo – Masyarakat kabupaten Situbondo, Jawa Timur, merasa resah dengan maraknya aktivitas debt collector yang diduga melakukan aksi premanisme di wilayah tersebut.
Baru-baru ini, seorang warga bernama Fitria, yang tinggal di Desa Sumberkolak, menjadi korban dugaan perampasan kendaraan bermotor oleh oknum debt collector.
Situasi ini menarik perhatian Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perjuangan Rakyat, Rahmat Hartadi, dan meminta aparat penegak hukum segera membersihkan aksi dugaan premanisme yang dilakukan oleh oknum debt collector.
Rahmat Hartadi, seorang yang akrab dipanggil sebagai pria berkumis tebal ini mengatakan, bahwa aparat penegak hukum berwenang untuk melakukan pengamanan eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.
Ia menambahkan, bahwa perampasan barang atau kendaraan bermotor secara paksa oleh debt collector merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.130/ PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan.
Menurut peraturan tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia harus melakukan pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen dalam penyerahan hak milik kendaraan bermotor secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.
Hartadi pun berharap, semestinya perusahaan pembiayaan atau finance dapat mematuhi peraturan yang berlaku, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Dengan mendaftarkan jaminan fidusianya, perusahaan pembiayaan dapat dengan mudah mengatasi kredit kendaraan macet melalui mekanisme eksekusi jaminan di pengadilan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan antara perusahaan pembiayaan dan konsumen.
Namun, fakta yang terjadi adalah banyak perusahaan pembiayaan yang lebih memilih menggunakan jasa debt collector.
Akibatnya, terjadi marak kasus dugaan pemaksaan dan dugaan penganiayaan yang dilakukan debt collector terhadap konsumen yang mengalami kredit macet terkait pembelian kendaraan bermotor dengan cara mengangsur atau mencicil.
Selain itu, ada dugaan bahwa perusahaan pembiayaan melanggar UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dengan menyebarkan data pribadi debitur kepada pihak ketiga, yaitu debt collector.
Dengan situasi ini, masyarakat berharap bahwa kasus-kasus tersebut dapat ditangani dengan tegas oleh aparat penegak hukum.
“Dalam hal ini, jika debt collector di Situbondo dilaporkan, dapat dijerat pasal 368 KUHP yang mengatur tentang perampasan paksa,” pungkas Hartadi tegas.