LIRA Prihatin Rendahnya Realisasi APBD Kota Tebing Tinggi 2025 “Sorotan Mendagri”

banner 120x600

Katapublik Tebing Tinggi, Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kota Tebing Tinggi menyatakan keprihatinan atas rendahnya realisasi Pendapatan Daerah Tahun Anggaran (TA) 2025 di Kota Tebing Tinggi, yang hanya mencapai 14,82%. Angka ini menempatkan Tebing Tinggi di antara 10 kota dengan realisasi terendah di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diolah per 7 Mei 2025.

Hal ini diungkap langsung oleh Menteri Dalam Negeri RI, Muhammad Tito Karnavian, dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang digelar secara virtual dari Kantor Pusat Kemendagri di Jakarta pada Kamis (8/5/2025). Rapat tersebut diikuti oleh seluruh pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia.

Tito memberikan perhatian serius terhadap rendahnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di berbagai daerah. Ia menekankan bahwa belanja pemerintah, termasuk di tingkat daerah, merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.

“Saya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat didukung oleh konsumsi rumah tangga. Lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi kita berasal dari konsumsi rumah tangga,” ujar Tito dalam keterangan tertulis yang dirilis Sabtu (11/5/2025).

Menanggapi hal tersebut, Walikota LIRA Tebing Tinggi, Ratama Saragih, mengaku sangat prihatin melihat rendahnya realisasi pendapatan daerah Kota Tebing Tinggi di tahun berjalan, yang kini sudah memasuki bulan Mei.

“Jika kondisi ini tidak segera ditangani, maka akan berdampak pada semakin lemahnya perekonomian daerah, peredaran uang menurun, daya beli masyarakat anjlok, dan pada akhirnya kesejahteraan rakyat tidak akan tercapai,” ujar Ratama.

Ia mendesak Pemerintah Kota Tebing Tinggi untuk segera mencari akar permasalahan dan mengambil langkah strategis.

“Pemko dan jajarannya harus proaktif mencari penyebab utama rendahnya realisasi ini. Jangan hanya diam dan menonton,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ratama menekankan pentingnya keterlibatan publik dan para pemangku kepentingan dalam setiap pengambilan kebijakan, khususnya di level regulasi.

“Uji publik itu penting. Jangan merasa bisa bekerja sendiri. Jika tidak melibatkan pihak lain, maka target kesejahteraan hanya akan menjadi angan-angan belaka,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *