BPK Temukan Masalah dalam Kontrak Proyek Kota Deli Megapolitan

banner 120x600

Katapublik MEDAN, Setelah sebelumnya diungkap oleh Komisi VI DPR RI dan para aktivis, dugaan penyimpangan dalam pengelolaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN II kembali terungkap melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Laporan BPK bernomor 26/LHP/XX/8/2024 tertanggal 30 Agustus 2024 itu berisi temuan-temuan terkait Kepatuhan Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 hingga Semester I Tahun 2023 pada PTPN II di Sumatera Utara.

Salah satu sorotan utama dalam LHP adalah proyek pembangunan kawasan properti mewah Kota Deli Megapolitan (KDM) di atas lahan HGU. BPK menemukan sejumlah permasalahan signifikan dalam kontrak kerja sama antara PTPN II dan pihak ketiga, yaitu PT CKPSN (PT Ciputra KPSN), anak usaha dari PT Ciputra Development Tbk (CTRA).

Dalam rangka melaksanakan proyek KDM, PTPN II dan PT CKPSN menandatangani Master Cooperation Agreement (MCA) yang mencakup pembentukan tiga Perusahaan Usaha Patungan (PUP), yaitu, PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR), PT Deli Megapolitan Kawasan Bisnis (DMKB), PT Deli Megapolitan Kawasan Industri (DMKI). Masing-masing perusahaan tersebut menandatangani Kontrak Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PTPN II pada 11 November 2020.

Namun, BPK menemukan bahwa proyek ini tidak memiliki dokumen Rencana Kinerja Tahunan (RKT), meskipun hal tersebut diatur wajib dalam MCA dan harus disepakati melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pihak General Manager PT DMKR sebelumnya menyatakan bahwa RKT belum disusun karena proyek masih dalam tahap pembersihan lahan. Namun, berdasarkan temuan lapangan BPK, kawasan residensial di Helvetia telah dibangun dan bahkan sudah ada penjualan properti, meskipun belum dilakukan Akta Jual Beli (AJB).

Karena penjualan dilakukan tanpa RKT, PTPN II tidak mengetahui rincian luas lahan, nilai pendapatan, dan alokasi penggunaan lahan, yang seharusnya menjadi hak PTPN sebagai pemilik lahan HGU.

BPK juga menemukan bahwa PTPN II dan anak perusahaannya, PT Nusa Dua Propertindo (NDP), tidak pernah menerima laporan berkala dari PT DMKR, sebagaimana diatur dalam MCA. Laporan tersebut seharusnya disampaikan setiap tanggal 10 setiap bulan dan berisi informasi penjualan produk real estat.

Meskipun PT NDP menerima bagian pendapatan dari hasil penjualan di kawasan Helvetia dan Bangun Sari dalam bentuk Pendapatan dan Beban atas Pemanfaatan Lahan Wilayah HGU (PPLWH dan BPLWH), tidak ada laporan pendukung yang diserahkan kepada auditor BPK hingga akhir pemeriksaan pada 29 Desember 2023.

Menanggapi hal ini, Walikota LIRA Tebingtinggi, Ratama Saragih, menyatakan kekecewaannya atas buruknya pengelolaan manajemen PTPN II. “Ketiadaan RKT dan laporan berkala berpotensi merugikan PTPN sebagai BUMN. Apalagi hal ini sudah terjadi cukup lama,” tegasnya pada Senin, 21 April 2025.

Ratama juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan melakukan penyelidikan. Ia menegaskan bahwa bila proyek ini terus dilanjutkan tanpa perbaikan, akan banyak masyarakat yang terdampak, terutama karena potensi penggusuran atas lahan yang disengketakan.

“Kalau ini terus dibiarkan, bukan hanya negara yang dirugikan, tapi juga rakyat akan menjadi korban. Kasihan mereka,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *