Katapublik Tebing Tinggi, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tebing Tinggi kembali menjadi sorotan. Pasalnya, terdapat dugaan pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah, sebagaimana tercatat dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) LKPP.
Diketahui, dua paket pekerjaan yang masing-masing memiliki pagu anggaran sebesar Rp1 miliar—yakni Pemeliharaan Rutin Jembatan dan Pemeliharaan Rutin Jalan Sekota Tebing Tinggi untuk Tahun Anggaran 2025—ditetapkan menggunakan metode pengadaan langsung. Kedua kegiatan ini tercatat dalam data rekap terakhir per 30 Mei 2025 pukul 01.46 WIB dengan kode RUP 59160793 dan 59160852.
Padahal, sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (40a) dan Pasal 38 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018, metode pengadaan langsung hanya dapat digunakan untuk pekerjaan konstruksi dengan nilai maksimal Rp400 juta. Dengan demikian, penetapan pengadaan langsung untuk pekerjaan senilai Rp1 miliar diduga kuat sebagai pelanggaran aturan dan konstitusi.
Kasus serupa disebut bukan kali pertama terjadi di lingkungan Dinas PUPR Tebing Tinggi. Beberapa pekan lalu, dinas yang sama juga disorot publik atas pemberian hibah barang dan prasarana gedung kepada Kejaksaan Negeri dan Polres Tebing Tinggi, yang juga menuai kritik.
Ratama Saragih, Wali Kota DPD LSM LIRA Kota Tebing Tinggi sekaligus Ketua Dewan Pakar MIO Tebing Tinggi, menyesalkan terjadinya pelanggaran berulang ini. Ia menyebut bahwa Kota Tebing Tinggi memiliki sumber daya manusia yang mumpuni di bidang hukum pengadaan, namun ironisnya peristiwa serupa terus terjadi.
“Aturannya sudah sangat jelas, nilai maksimal pengadaan langsung untuk pekerjaan konstruksi adalah Rp400 juta. Ini bukan sekadar kesalahan teknis, ini pelanggaran konstitusi,” tegasnya.
Kepala Dinas PUPR Tebing Tinggi, Reza S.T., saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp pada Jumat (30/5/2025), enggan memberikan komentar. Sementara itu, Sekretaris Dinas PUPR, Heri, memberikan pernyataan yang terkesan normatif.
“Baik Pak, ada kemungkinan kesalahan memilih metode pelaksanaan pada saat penginputan. Akan kami koreksi, Pak. Kalau di aplikasi SiRUP, jika ada kesalahan input atau perubahan anggaran, masih bisa diperbaiki. Sebelum tayang di LPSE akan diperiksa oleh PPK dan PBJ, Pak,” ujarnya.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, kalimat “jika” ditemukan kesalahan dan akan dikoreksi menunjukkan bahwa proses kontrol internal oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) belum berjalan maksimal.
Jejaring Ombudsman Sumatera Utara mendesak Wali Kota Tebing Tinggi agar lebih peka terhadap kondisi ini. Menurut mereka, persoalan seperti ini tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut integritas pemerintahan dan keberhasilan dalam masa 100 hari kerja kepala daerah hasil pilihan rakyat.
“Jangan anggap enteng. Ini sudah berkali-kali terjadi, artinya ada pola yang tidak beres. Wali Kota harus bertindak tegas,” ujar salah satu aktivis Ombudsman Sumut.