Hukum  

Program Ketahanan Pangan 2024 di Batang Disorot, Dugaan Penyimpangan Mencuat

banner 120x600

Katapublik Batang, Program Ketahanan Pangan Tahun 2024 di Kabupaten Batang kembali menjadi sorotan. Kali ini, dugaan penyimpangan muncul di Desa Lebo, Kecamatan Warungasem, terkait pembelanjaan sapi oleh Kelompok Tani Ternak “Mukti Sejati” yang diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Program yang seharusnya memberdayakan petani justru memunculkan pertanyaan besar terkait transparansi dan pengelolaan dana.

Hasil penelusuran awak media di lokasi kandang sapi Kelompok Tani Ternak Mukti Sejati mendapati hanya terdapat tiga ekor anak sapi dan dua ekor sapi perah dewasa. Temuan ini menimbulkan dugaan bahwa Dana Desa Tahap I Tahun 2024 untuk Program Ketahanan Pangan belum sepenuhnya digunakan sesuai peruntukannya.

Salah satu anggota kelompok berinisial F, ketika dikonfirmasi, mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah dana yang diterima kelompoknya.

“Saya tidak tahu berapa dana yang turun. Semua diurus Ketua Kelompok. Kami hanya menerima sapi saja,” ungkapnya. Ia juga mengeluhkan tidak adanya dana operasional untuk pakan dan pemeliharaan.
“Kami harus iuran sendiri agar sapi tetap dirawat,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Mukti Sejati, Ulum Kuswanto, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa kelompoknya menerima dana sebesar Rp150 juta untuk pengadaan sapi perah, serta Rp77,8 juta untuk pembangunan kandang. Dana tersebut digunakan untuk membeli lima ekor sapi perah dari Pasar Sapi Boyolali, Kecamatan Semarang, melalui metode pemesanan via telepon.

Namun, metode pembelian ini menuai pertanyaan. Tanpa verifikasi langsung atau proses lelang terbuka, pembelian tersebut dinilai rawan tidak sesuai spesifikasi dan harga pasar. Hal ini diperkuat oleh keluhan anggota kelompok mengenai kualitas sapi serta beban biaya operasional yang harus mereka tanggung sendiri.

Lebih lanjut, Ulum menjelaskan bahwa salah satu sapi sempat terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) sekitar bulan Oktober 2024 dan dikembalikan ke penjual untuk ditukar dengan sapi yang sehat.

Sapi tersebut menunjukkan gejala PMK seperti banyak mengeluarkan liur. Kami kembalikan dan diganti dengan sapi lain dari penjual di Boyolali,” jelasnya.

Ulum juga menyebut bahwa ada sapi yang mati dan kemudian disembelih oleh seorang jagal dari Wiradesa, Pekalongan.

Sapi itu disembelih di kandang dan dijual seharga Rp6 juta. Kejadian tersebut sudah kami laporkan ke dinas terkait disertai foto. Untuk berita acara dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) dibuat oleh pak carik (Sekretaris Desa),” tambahnya.

Namun, penjelasan ini justru menimbulkan pertanyaan baru: Apakah proses pengembalian dan penggantian sapi dilakukan sesuai prosedur? Adakah dokumentasi resmi yang mendukung peristiwa tersebut?

Hal senada disampaikan Bendahara Kelompok Mukti Sejati, Yakub, yang enggan memberikan penjelasan rinci.

Masalah sapi itu sudah mati semua, Mas. Kalau saya ceritakan juga percuma. Kalau ingin tahu, silakan langsung ke Balai Desa. Datanya semua ada di sana. Saya takut salah karena tidak pegang data,” ujarnya kepada awak media.

Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa maupun Sekretaris Desa Lebo belum bisa dikonfirmasi. Di tengah sorotan tajam publik, berbagai pihak mendesak agar Dinas Ketahanan Pangan dan aparat penegak hukum segera melakukan audit menyeluruh dan penyelidikan terhadap penggunaan dana program ini.

Program ketahanan pangan seharusnya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Namun, jika dikelola tanpa transparansi dan akuntabilitas, potensi penyalahgunaan dana akan menjadi ancaman serius bagi kepercayaan publik dan efektivitas program pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *