Pengelolaan Pasar Perlu Dibenahi untuk Dongkrak PAD dan Tarik Investor di Tebingtinggi

banner 120x600

Katapublik Tebingtinggi, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 44.B/LHP/XVIII.MDN/05/2024 tertanggal 20 Mei 2024 mengungkapkan sejumlah persoalan dalam pengelolaan pasar di Kota Tebing Tinggi. Temuan tersebut menjadi sorotan penting untuk Pemerintah Kota (Pemko) Tebing Tinggi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta menarik investor.

Dalam laporan tersebut, BPK RI memberikan dua rekomendasi utama kepada Pemko yakni, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DPKUKM) diminta untuk lebih optimal dalam mengawasi dan mengendalikan kegiatan penerimaan retribusi pasar dan Kepala UPTD Pasar diinstruksikan untuk mendata potensi penerimaan retribusi pelayanan pasar dan menetapkan wajib retribusi kepada pedagang kios/los aktif di Pasar Gurami (Pasar Inpres).

Rekomendasi ini didasarkan pada hasil pemeriksaan administratif, fisik secara uji petik, konfirmasi kepada pedagang, dan permintaan keterangan kepada petugas pasar. Salah satu temuan mencengangkan adalah bahwa selama tahun 2023, kios dan los di Pasar Gurami yang aktif tidak pernah dikenakan retribusi pelayanan pasar. Bahkan, sebagian besar kios dihuni bukan oleh pemilik aslinya dan tidak terdapat perjanjian sewa-menyewa dengan UPTD.

Ratama Saragih, seorang pengamat kebijakan publik dan anggaran, menyampaikan kepada media pada Rabu (16/4/2025) bahwa temuan BPK ini sangat memprihatinkan dan seharusnya menjadi pelajaran penting bagi Pemko. Ia menyoroti bahwa retribusi dari Pasar Gurami seharusnya mencakup Retribusi Pemakaian Bangunan, Retribusi Kebersihan, Retribusi Jaga Malam, Retribusi Pelataran.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.

Lebih ironis lagi, menurut laporan BPK, sejak tahun 2019 hingga 20 Mei 2024, pemungutan retribusi atas kios dan los di Pasar Gurami tidak pernah dilakukan. Hal ini diperkuat dengan keterangan dari juru pungut pasar setempat.

Ratama juga mengingatkan bahwa permasalahan ini tidak hanya terjadi di Pasar Gurami, namun juga di pasar-pasar lain seperti Pasar Induk, Pasar Sakti, dan Pasar Kain yang sebelumnya juga menjadi sorotan BPK. Ia menilai potensi PAD Kota Tebing Tinggi terabaikan, bahkan “menghilang” karena lemahnya pengelolaan.

Sebagai penyandang sertifikat “Teknologi Audit Forensik”, Ratama menyayangkan jika retribusi pasar tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Padahal, BPK mencatat kontribusi retribusi pasar hanya sebesar 56,20% atau sekitar Rp526.905.000 terhadap PAD Kota Tebing Tinggi.

Ia menyarankan agar Pemko segera melakukan terobosan, termasuk membenahi infrastruktur, regulasi, instrumen, dan SDM pengelola pasar untuk menciptakan kepastian hukum sebagai daya tarik bagi investor, baik lokal maupun luar.

Ratama juga mendorong DPRD Kota Tebing Tinggi untuk segera meninjau Perda Retribusi Daerah. Ia menyarankan agar proses ini melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat pemerhati dalam forum uji publik.

Sementara itu, di tempat terpisah, Zahidin, S.Pd, M.Pd, selalu Kepala Dinas Perdagangan (DPKUKM), ketika dihubungi media pada Rabu (16/4/2025), menyatakan masih mempertanyakan kebenaran temuan BPK tersebut dan bahkan mengundang media untuk membahasnya secara langsung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *