Katapublik Labura, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aek Kanopan menjadi sorotan publik setelah dituduh gagal menunjukkan hasil tindakan operasi kepada pasiennya atas nama R.Gultom (33), warga Demuli Pekan, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), mengungkapkan kekecewaannya di depan majelis hakim pada sidang Senin, 13 Mei 2024.
Gultom, yang divonis menderita usus buntu oleh dokter Faisal, mulai dirawat di RSUD Aek Kanopan sejak 16 Maret 2024. Dia menjalani operasi pada hari kedua perawatan dan dirawat selama sepuluh hari. Namun, menurutnya, bekas operasi tersebut tidak menunjukkan perbaikan dan malah semakin sakit.
Dalam kesaksiannya, Gultom menyatakan, “Saya dioperasi selama lima jam oleh dokter Faisal. Namun, setelah operasi, perut saya terus terasa sakit. RSUD Aek Kanopan tidak memberikan bukti hasil operasi tersebut kepada saya.”
Dia juga menambahkan, bahwa rasa sakitnya semakin parah setelah operasi, dan pada saat perutnya dijahit, ia merintih kesakitan karena kemungkinan obat bius sudah habis atau tidak efektif.
Gultom akhirnya meminta dirujuk ke Rumah Sakit Bidadari Batu Bara, di mana ia merasa lebih baik setelah hanya tiga hari perawatan. “Setelah tiga hari di RSU Bidadari Batu Bara, rasa sakit saya berkurang. Namun, mereka tidak memberitahu saya sakit apa,” tambahnya.
Majelis hakim terlihat tercengang mendengar penjelasan Gultom. “Standar operasi yang saya ketahui mengharuskan pihak medis menunjukkan hasil tindakan operasi kepada pasien,” terang majelis hakim.
Kasus ini diperkuat dengan kesaksian Saut Siburian, pasien BPJS yang mengeluhkan kelangkaan obat di RSUD Aek Kanopan.
“Saya menderita darah tinggi dan asam urat, tapi setiap kali berobat, obat yang saya butuhkan selalu tidak ada dengan alasan obat belum datang,” ucapnya dengan nada kecewa.
Ketua DPP PIP2N, Bonar Nababan, yang hadir dalam sidang perdata gugatan terhadap RSUD Aek Kanopan, mengatakan, “Hari ini adalah sidang kedua dengan agenda menghadirkan saksi dari pihak penggugat. Kami menerima banyak keluhan tentang kelangkaan obat, serta pelayanan dan fasilitas RSUD yang sangat mengecewakan.”
Bonar menambahkan, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, baik USG maupun rontgen, Gultom sebenarnya tidak menderita usus buntu.
“Kami menduga ini adalah malpraktik karena pihak RSUD atau dokter yang melakukan operasi tidak bisa menunjukkan hasil tindakan operasi tersebut. Kami akan menindaklanjuti saran majelis hakim untuk langkah selanjutnya,” tutupnya.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan malpraktik dan buruknya pelayanan di RSUD Aek Kanopan, mendorong masyarakat dan pihak terkait untuk segera melakukan investigasi lebih mendalam demi memastikan keselamatan dan kenyamanan pasien di rumah sakit tersebut.